Rabu, 07 April 2021

Siapkah Aku Untuk Jatuh Cinta Lagi?

SIAPKAH JATUH CINTA LAGI?

Ketika seseorang sedang kehilangan sesuatu yang sangat amat dicintainya, seolah matanya gelap dalam memandang.


            Ketika seseorang sedang kehilangan sesuatu yang sangat amat dicintainya, seolah matanya gelap dalam memandang. Hanya satu yang paling dipahami bahwa di dunia ini ia adalah orang yang paling menderita. Seolah orang disekamirnya tak satupun ada yang mengerti. Dan aku seperti tak diizinkan menyesal karena pernah berada pada posisi itu. Kisah yang sangat menggelitik. Tak bisa dipungkiri, tak bisa disesali hanya perlu untuk diterima apa adanya.

 

Aku dan Guera terjebak dalam suatu ketergantungan lalu berujung pada kenyamanan. Eemm…atau mungkin saat itu hanya aku yang bergantung padanya, entah dengan Guera seperti apa. Aku yang selalu kagum dengan caranya berbicara, mendengarkan, memperhatikan dan menjadi teman yang sangat akrab. Bertemu denganya setiap hari dan berbincang bersama, tak pernah membuatku bosan. Bahkan kami juga menghabiskan hari dengan intens berkomunikasi melalui ponsel. Membicarakan tentang apa saja hingga larut malam.

 

Kami bertahan hingga dua tahun dengan hubungan yang tak jelas ini. Tapi nyaman, tak pernah ada keributan meskipun kecil. Tentu setelah menghabiskan waktu yang cukup lama itu, tak dipungkiri kami saling jatuh cinta. Hingga pada suatu malam dengan terang-terangan dia menyatakan perasaanya lewat puisi yang indah. Eh, sebelum-sebelumnya dia juga sering mengirim puisi begitu. Orang bilang kami ini sedang pacaran, meski kami juga tidak sepakat sejak kapan kami jadian? Entahlah kami hanya mengalir saja dalam menjalani hubungan ini.


Tahun demi tahun berjalan, tidak ada yang berubah antara kami berdua. Tiba-tiba suatu ketika dia berkata bahwa dia harus pindah ke luar kota, tepat sehari sebelum dia berangkat. Kaget pasti, tapi ya apa boleh buat aku harus tetap mendukungnya. Malam itu aku sangat kalut, bagaimana aku menghadapi hari-hari setelahnya tanpa bertemu dan berbincang random penuh canda denganya lagi. Dia datang ke rumahku untuk berpamitan, aku berpura-pura tegar dan menyemangatinya. Oke..saatnya LDR kataku, dia tersenyum tak lama kemudian pulang. Perpisahan yang sangat amat singkat.


Setelah kepergianmu, komunikasi kami masih tetap sama tidak ada yang berubah. Kami saling menanyakan aktivitas masing-masing, apa yang sedang dilakukan, apa yang sedang dimakan bahkan seringkali kami janjian keluar rumah saling melihat bulan atau menunjuk satu rasi bintang. Kadangkala kau tiba-tiba menelponku dan bermain gitar sambil menyanyikan lagu untukku. Dan aku selalu tertawa terbahak jika kamu memintaku berduet, secara aku kan tidak bisa bernyanyi.


Tidak terasa kita sudah lima tahun bersama. Sesekali kita juga pernah bertengkar kecil, mungkin karena rindu justru berujung saling menyalahkan kesibukan masing-masing. Tapi kami tak pernah benar-benar marahan dalam waktu yang lama. Memang, hubungan kami ini terkesan membosankan. Sampai pada akhirnya aku mengetahui suatu kenyatan tentang masa lalu. Awalnya aku tak terlalu memperdulikanya, tapi kemudian satu kejadian menyadarkanku bahwa ternyata sampai kapanpun aku dan kamu tidak mungkin saling memiliki. Aku tidak bisa menceritakan alasan ini baik kepada Guera maupun orang lain. Saat itu keadaanya sangat membuatku kebingungan. Memikirkan entah apa yang akan terjadi kedepan.


Berhari-hari aku mengalami dilema, bahkan sampai uring-uringan padamu. Aku tau kamu pasti heran, apa yang terjadi padaku. Keadaan terus memojokkanku untuk segera menentukan apakah akan nekat mempertahankan hubungan ini atau harus melepaskannya. Kenyataan memang tidak semuanya bisa dikompromikan. Aku hanya berpikir jika kita terus bertahan lalu tiba masanya, aku dan kamu memang seharusnya tidak bersama. Ujungnya tetap sama, menyakitkan. Entah sekarang atau nanti kita tetaplah tidak akan bisa bersama.


Pada akhirnya aku memutuskan untuk menjadi orang yang paling jahat. Aku mengakhiri hubungan kami secara sepihak dengan tanpa penjelasan dan itu pasti sangat menyakitimu. Tapi baiknya kamu adalah kamu menghargaiku dan sama sekali tidak mencoba untuk mendebatku. Aku ingat sekali, kala itu malam tahun baru setelah percakapan itu kamu menyanyikan lagu yang sangat mengharukan untukku lalu kamu merekamnya. Katamu, aku harus mengenangnya bahwa itu adalah lagu terakhir yang dia nyanyikan untukku. Air mataku tak bisa ku tahan, jatuh tak ada henti-hentinya. Entah aku ini sedang patah hati atau bukan. Entah apakah ini bisa disebut kehilangan seseorang? Bahkan amygdalaku saja menyumpah serapahiku sebagai seseorang yang tak punya hati. Padahal hatiku sangat amat sakit, tapi logikaku berkata bahwa aku tidak boleh semunafik ini. Hanya dirikulah yang benar-benar tahu bagaimana perasaanku kala itu.


Selama beberapa pulan kita hentikan segala komunikasi, kami mencoba sibuk dengan diri masing-masing. Dan suatu ketika aku ingat bahwa hari ini adalah hari ulang tahunmu, aku masih berfikir untuk membuat ucapan dan sedikit membuat editan fotomu. Ku kirimkanlah padamu. Entah kenapa dari situ kita tetap saja cair seperti dulu dalam berkomunikasi. Dan singkat kata, yang merupakan isi hatimu yang waktu itu tak berani kau sampaikan. Kamu jahat banget lho sama aku, begitu kalimat singkatmu kepadaku. Deg..perasaan bersalahku seolah dibangunkan kembali. Sakit sekali mendengarnya. Aku hanya menimpalinya dengan candaan, hingga kita larut dalam ketawa. Sejak saat itu kamu tak lagi membahasnya. Aku juga sangat sibuk setelah itu, benar-benar tak pernah berkomunikasi denganmu selama setahun.


Padatnya aktifitasku membuatku sangat bosan, aku mengajak seorang sahabatku untung hangout ke Mall. Kami habiskan waktu untuk nonton sebuah film komedi, cukuplah membuat kami terpingkal-pingkal dan sangat menghiburku. Singkat cerita kami akan pulang, sampai diluar ternyata hujan sangat lebat. Kami memutuskan untuk kembali masuk, dan ketika itu tidak sengaja aku berpapasan dengan Guera  yang saat itu bersama seorang perempuan sepertinya mereka sedang berteduh. Hanya aku yang melihat mereka, Guera sibuk bercakap-cakap sembari sesekali tertawa bersama. Pandanganku segera ku palingkan, dan aku mengajak kawanku untuk nekat pulang saja karena hujan tidak kujung reda.


Malamnya aku terngiang dengan bayangan siang tadi, aku langsung scroll sosmed Guera. Tap..tap..muncullah sebuah foto mereka berdua dengan caption yang sangat romantis. Ku rasa dia adalah kekasih barunya. Syukurlah kataku, ternyata dia sudah move on dan melanjutkan hidupnya dengan bahagia. Setelah melihat kenyataan itu, aku berpikir seharusnya aku sudah tidak lagi memikirkan kesalahan masa laluku. Toh dia sudah bahagia sekarang, bahkan sudah mampu menemukan seseorang yang baru. Aku juga harus mengubur dalam-dalam segala kisah yang sudah berlalu ini.

 

Aku dan perasaanku ini selamanya akan tetap menjadi rahasia. Akan ku tuliskan sebagai prasasti menjadi tanda bahwa kamu pernah ada dalam hidupku, menetap dalam diriku dan mengisi rongga-rongga sepi dalam jiwaku.


Bahagiamu adalah juga kesenangan dalam hatiku. Kesalahan biarkan tetap ku simpan. Karena mengakui kesalahan adalah suatu kebenaran. Meski kebenaran menyisakan luka. Duri-duri yang sengaja ku tancapkan, biarkanlah ia mendaging bersamaku.


Kini biarkan aku dengan kepayahanku sendiri. Menahan rasa dan mememendamnya dalam-dalam.


Kini biarkan aku dengan segala usahaku. Menepis takut yang semakin meraksasa. Akankah aku bisa memulainya kembali meski tidak dengamu. Akankah aku bisa membuka hati kembali? Waktu bersama semesta akan menjawab segaa tanya.


EmoticonEmoticon