Kamis, 18 Februari 2021

Jangan Menyerah Jika Kamu Masih Ingin Mencoba

 Mengenal R.A Kartini





Hey Ladies! 

Tokoh wanita kali ini pasti sudah tidak asing buat kita semua, sering kita dengar dan juga menjadi satu peringatan bagi kebangkitan wanita di Indonesia. 

R.A Kartini lahir di Jepara, pada tanggal 21 April 1879. Merupakan putri dari Raden Mas Adipati Sosroningrat, seorang bupati Jepara pada masa itu. Ibunya bernama Mas Ayu Ngasirah. Mas Ayu Ngasirah bukanlah keturunan bangsawan, sehingga pasrah pada keadaan bahwa Raden Mas Sosroningrat harus menikah lagi dengan seorang perempuan bangsawan sebagai syarat untuk memangku jabatan bupati. Sebagai bentuk kepatuhan terhadap tradisi Jawa, Mas Ayu Ngasirah harus siap di madu ketika suaminya mengambil istri Raden Ajeng Wuryan, putri dari bupati Jepara pada tahun 1875, sebelum Kartini lahir. Mengingat asal-usulnya yang bukan keturunan bangsawan, Mas Ayu Ngasirah juga tahu diri bahwa setelah suaminya menjabat sebagai bupati Jepara, tempatnya adalah di belakang, sebagai "kepala" urusan rumah tangga. Selain itu Mas Ayu Ngasirah juga harus mau dipanggil "bibi" oleh anak-anaknya sendiri maupun anak dari madunya. 


Pada era Kartini, perempuan di negeri ini masih terbelenggu adat, belum diizinkan untuk mengeyam pendidikan yang tinggi seperti laki-laki, belum diizinkan menentukan jodoh sendiri, Dalam hal pendidikan perempuan pada zaman Kartini hanya dididik untuk mengurus hal-hal terkait dengan urusan sumur, kasur dan dapur. Karena masyarakat beranggapan bahwa perempuan akhirnya akan berurusan dengan ketiga hal tersebut. Dalam hal jodoh, perempuan juga tidak memiliki posisi untuk menawar ketika harus menikah dengan laki-laki pilihan orangtuanya. Kartini mengalami semuanya itu, termasuk harus menjalani masa pingitan pada saat akil baligh, hingga tiba saatnya untuk menikah. Kartini hanya diizinkan mengeyam pendidikan sampai ELS atau setingkat dengan Sekolah Dasar. 


Apa  saja yang dilakukan Kartini? 


Kartini harus tinggal di rumah sejak tidak diizinkan melanjutkan sekolah dan memasuki masa pingitan. Hidupnya menjadi sangat sempit karena terputus dengan dunia luar. Dalam pingitan Kartini banyak menghabiskan waktunya untuk membaca sehingga merasa tidak puas hanya mengikuti perkembangan pergerakan perempuan di Eropa melalui buku dan majalah saja. Kartini ingin mengetahui keadaan yang sesungguhnya. Kemudian Kartini memasang iklan di sebuah majalah yang terbit di Belanda, menawarkan diri sebagai sahabat pena untuk perempuan Eropa. Pada tahun 1899, iklan Kartini tersebut disambut oleh Stella Zeehandelaar, seorang perempuan Yahudi Belanda. Ia mulai berkorespondensi dengan Stella Zeehandelaar yang merupakan anggota militan pergerakan feminis di negeri Belanda. Surat menyurat antara Kartini dan Stella Zeehandelaar langsung mengakrabkan keduanya. Kartini banyak menceritakan adat feodal yang masih sangat kuat dan menghalangi kemajuan, seperti mengenai masalah pingitan yang dialaminya, emansipasi perempuan, keluarganya, kehidupan rakyat, tentang sastra, tentang pribadi dan cita-citanya, hingga masalah kritik terhadap politik pemerintah Hindia Belanda. Sebaliknya, Stella Zeehandelaar sangat mendukung cita-cita Kartini dan juga memberi dorongan dan semangat untuk Kartini. Kartini juga berkorespondensi dengan Nyonya Abendanon. 


Bagaimana dengan Kartini di masa pandemi? 


Pada masa sekarang perempuan sudah jauh lebih bebas dari belenggu, banyak media dan juga kemudahan yang didapat untuk perempuan dapat berkembang, meluaskan wawasan dan pengetahuan. Sehingga tidak perlu mengalami kesulitan untuk belajar dan menambah ilmu pengetahuan. Permasalahan yang dihadapi perempuan saat ini adalah bukan dari pihak luar tetapi dari dalam diri kita sebagai perempuan. Maukah kita terus berjuang untuk mengembangkan diri dan potensi yang kita miliki atau kita malah berhenti menyerah dengan apapun yang harus kita terima. Apa yang dilakukan Kartini pun menjadi contoh bahwa sebagai perempuan kita perlu berteman dengan perempuan lain untuk saing menguatkan. Dengan kemajuan tekhnologi saat ini tentu saja akan membuat perempuan semakin mudah untuk menjalin pertemanan yang lebih luas. Kartini memang bukan satu-satunya perempuan yang bergerak, tentu saja masih banyak perempuan lain yang juga bergerak pada masa itu. Dan pergerakan perempuan tidak berhenti pada masa Kartini saja, pada masa sekarang pada saat kita semua menghadapi pandemi seperti saat sekarang menjadi relevan kalau bukan hanya perempuan saja yang dipingit untuk berdiam diri di rumah saja. Tetapi semua orang merasakan, bahwa ada pembatasan akes yang diberlakukan. Sehingga menjadi penting, untuk kita perempuan terus bergerak menjadi lilin-lilin yang menyala memberikan terang bagi sekitar. Memberikan dukungan dan semangat untuk terus berjuang. Berjuang bersama melawan apa yang sedang terjadi sekarang. Caranya dengan tetap terhubung satu dengan yang lain meski ada cara yang berbeda dan perlu disesuaikan. 


Semangat berjuang untuk perempuan di mana saja. Terus bergerak, berbagi dan berdampak dengan apapun yang kita bisa dan kita punya. 


EmoticonEmoticon