Tahukah kamu, bahwa Indonesia memiliki banyak sekali tokoh wanita yang dapat menjadi inspirasi buat perempuan muda Indonesia. Kali ini Ladies ingin mengajak kalian semua mengenal salah satu tokoh wanita Indonesia, perempuan pemberani dan ahli strategi perang. Di jaman seperti sekarang, peperangan kita bukan lagi menghadapi musuh Bangsa, akan tetapi peperangan kita adalah melawan ego. Beranikah kita sebagai wanita memerangi ego kita? Beranikah kita menjadi wanita yang siap untuk ditata dan menerima keunikan kita sebagai wanita untuk dapat berfungsi sesuai batasan usia kita. Simak kisah wanita berikut dan semoga dapat menjadi inspirasi kita bersama.
Raden Ajeng Kustiyah Wulaningsih Retna Edi, merupakan nama pemberian orangtua perempuan pemberani ini. Kemudian dikenal dengan nama Nyi Ageng Serang lantaran pada masa tuanya ia menjadi pemimpin yang disegani di daerah Serang, sebuah daerah yang kini berada di wilayah perbatasan antara Purwodadi - Sragen, sekitar 40 kilometer sebelah utara Kota Surakarta (Solo). Ia memiliki jiwa patriot yang tinggi karena sejak kecil dididik dalam lingkungan pejuang.
Lahir pada tahun 1752, ia adalah putri Pangeran Natapraja atau Panembahan Natapraja, disebut juga dengan nama Panembahan Serang karena beliau seorang penguasa di daerah Serang. Panembahan Natapraja, adalah teman seperjuangan yang dekat dan dipercaya oleh Pangeran Mangkubumi. Kisah tentang perjuangan Pangeran Mangkubumi tidak akan Ladies bahas kali ini, kalian bisa cari tahu sendiri yaa... Singkatnya, Pangeran Natapraja memimpin pasukan pelopor gugus depan, yang menggunakan siasat perang gerilya, yakni menyerang musuh dengan tiba-tiba pada saat yang tepat, lalu menghilang dan bersembunyi.
Sejak kecil, inilah yang dilihat oleh Raden Ajeng Kustiyah Wulaningsih Retna Edi dengan mata kepala sendiri melihat sepak terjang orangtuanya melawan keculasan dan kesewenang-wenangan Belanda. Hal inilah yang membentuk pribadinya kemudian, menjadi seorang pejuang yang tangguh. Pada saat dewasa, Raden Ajeng Kustiyah Wulaningsih Retna Edi bersama kakak laki-lakinya, memimpin prajurit membantu Ayahnya Pangeran Nataprajan yang sudah lanjut, berperang melawan tentara Belanda. Dalam pertempuran tersebut, banyak prajurit Serang yang meninggal karena tidak seimbang dalam persenjataan yang dimiliki oleh kedua belah pihak. Tentu saja senjata Belanda lebih unggul dibandingkan dengan senjata yang dimiliki prajurit Serang. Dalam pertempuran tersebut, Putra Panembahan Nataprajan turut gugur. Hal ini membuat Panembahan Nataprajan sedih, tak lama kemudian ia jatuh sakit dan wafat. Jenazahnya dimakamkan di Serang.
Meski tinggal seorang diri, karena sang Ayah dan kakak laki-lakinya telah wafat. Raden Ajeng Kustiyah Wulaningsih Retna Edi tidak patah semangat. Ia berusaha memimpin pasukan Serang dalam melawan Belanda. Namun, ia tertangkap pihak musuh. Berkat permintaan Pangeran Mangkubumi atau Sultan Hamengkubuwana (I), nyawa Raden Ajeng Kustiyah Wulaningsih Retna Edi dapat diselamatkan.
Kemudian ia tinggal di dalam istana dan diperlakukan sebagai kerabat bangsawan keraton. Kehormatan dan kemuliaan yang ia terima di istana Yogyakarta, tidak dapat mengurangi prinsip pendiriannya. Jiwa patriotismenya berkembang subur. Ia menunggu saat yang tepat, sembari memanfaatkan waktunya ia memperkuat potensi rohaniah dengan cara mendekatkan diri lahir dan batin kepada Tuhan Yang Maha Esa. Sifat kerakyatan yang mendarah daging dalam tubuh Putri Serang, begitulah ia dipanggil dalam lingkungan istana Yogyakarta, menyebabkan ia memilih hidup di tengah rakyat kecil, hidup dengan penuh penderitaan dari pada hidup di lingkungan istana.
Melihat begitu hebatnya Raden Ajeng Wulaningsih Retna Edi membuat Ladies bergetar pada masa sulit seperti sekarang. Sifat dan karakter serta sikap yang diambilnya pada masa itu membuat Ladies merenung dan mengambil banyak pelajaran hidup.
1. Belajar dari kondisi orangtuanya pada waktu itu, membuatnya menjadi seorang yang berani. Berani bukan pada orangtua namun berani bersikap benar, menindak apa yang menyimpang.
2. Belajar dari kehilangan orang yang ia sayang. Membuatnya tidak gentar, justru semakin maju, tidak patah semangat.
3. Belajar saat menghadapi masa sulit, saat tertangkap oleh musuh. Pertolongan Tuhan bisa datang dari mana saja, bayangkan jika Tuhan tidak menyayanginya, bisa jadi perjuangannya berakhir di penjara. Namun, Tuhan menolongnya.
4. Belajar dari sikap rendah hati, saat ia mendapatkan kehormatan dan kemuliaan, ia memilih hidup di tengah rakyat kecil.
5. Belajar memperkuat potensi rohaniah, adalah hal utama yang Ladies bisa lihat dan ambil pelajaran. Inti dari semuanya adalah saat kita mendekatkan diri pada Tuhan Yang Maha Esa dalam kondisi apapun, menjadikannya sebagai gaya hidup, kebutuhan pokok. Supaya kita menjadi peka dan bijaksana dalam menyikapi setiap permasalahan hidup.
Bahkan pada masa tuanya, Raden Ajeng Wulaningsih Retna Edi yang kemudian dikenal dengan nama Nyi Ageng Serang, masih turut berperang bersama Pangeran Diponegoro. Kisah perjuangannya, kalian bisa baca sendiri yaa.
Dari sini kita bisa sama-sama belajar, perjuangan jangan berhenti sampai di sini. Namun terus dan terus berjuanglah. Meski kita menjadi tua dan tidak muda lagi, namun semangat itu harus tetap ada.
Ladies berharap, kisah Nyi Ageng Serang dapat menjadi teladan bagi perempuan Indonesia dan generasi penerus Bangsa. Untuk terus semangat dan berusaha dalam kondisi seperti sekarang, di tengah pandemi yang tak kunjung henti, yakin dan percaya bahwa masa depan itu sungguh ada dan harapan kita tidak akan pernah hilang. Tetap semangat bersama kita bisa!
EmoticonEmoticon